.
Latest News

CONTOH : PLEDOI (PEMBELAAN)

17 Jun 2009 , Posted by Unknown at 21:50

P E M B E L A A N


Dalam Perkara Pidana
Daftar No : 202 /Pid-B/2006/PN-MPW
Di Pengadilan Negeri Mempawah

Atas Nama Terdakwa I
DR.Drs. CORNELIUS KIMHA, M.Si.





I. PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Penuntut Umum Yang Kami Hormati serta Hadirin
Yang Terhormat,

Pertama, izinkanlah kami memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan bimbingan, perlindungan dan rahmat kepada kita semua diantaranya rahmat kesehatan sehingga pada hari ini kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa I mendapat kesempatan untuk menyampaikan pembelaan sekaligus ikut serta dalam menciptakan kebenaran materil yang kita harapkan semua.

Sebelum sampai pada pembelaan, terlebih dahulu kami mencoba untuk menggali dan berusaha memahami maksud dan kronologis yang berada di balik perkara ini yaitu untuk melihat dengan seksama duduk perkara ini dengan hati jernih dengan menempatkan kebenaran di atas segala-galanya sehingga penegakan hukum sebagaimana yang kita cita-citakan bersama dapat tercipta.

II. DAKWAAN

PRIMAIR : pasal 2 ayat (1) jo 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang 20 Tahun 2001 jo 55 (1) jo 64 ayat (1) KUHP.

SUBSIDAIR : pasal 3 jo 18 ayat (1) jo 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang 20 Tahun 2001 jo 55 (1) jo 64 ayat (1) KUHP.


III. FAKTA-FAKTA PERSIDANGAN

A. KETERANGAN SAKSI-SAKSI:

1. Saksi Effendy Cingkong, diajukan oleh Tim Penasihat Hukum Terdakwa I di bawah sumpah menerangkan dalam persidangan sebagai berikut :
- Bahwa Saksi pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pontianak sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pontianak periode 1999 – 2004.
- Bahwa Terdakwa I pernah menjadi Bupati Pontianak periode 1999 – 2004.
- Bahwa tugas DPRD Kabupaten Pontianak sebagai pengawas dan mitra kerja eksekutif termasuk Bupati Pontianak.
- Bahwa setiap ada kebijakan Bupati harus disampaikan ke DPRD Kabupaten Pontianak dan minta persetujuan DPRD Kabupaten Pontianak sesuai dengan ketentuan UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
- Bahwa PSDH/DR berasal dari sumber hasil hutan.
- Bahwa ada Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 541/KPTS-II/2002 tanggal 7 Mei 2002 perihal Mencabut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 310/KPTS-II/1999 tanggal 7 Mei 1999, yang sekaligus menghentikan pengelolaan HPH 100 hektar.
- Bahwa Surat Nomor 170/17/DPRD/2001 tanggal 22 Januari 2001 yang ditandatangani Ketua DPRD Kabupaten Pontianak Moses Alep adalah benar surat yang dikeluarkan oleh Lembaga Legislatif DPRD Kabupaten Pontianak berdasarkan rapat internal terbatas.
- Bahwa Bupati Pontianak sebagai Kepala Daerah dan bukan pribadinya, yang membuka rekening penampungan dana PSDH/DR yaitu rekening P914 Bank Kalbar cabang Mempawah.
- Bahwa Surat yang dikeluarkan DPRD Kabupaten Pontianak, Surat Nomor 170/17/DPRD/2001 tanggal 22 Januari 2001 adalah tujuannya untuk menampung dana kehutanan yang dimasukkan ke kas daerah untuk tujuan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
- Bahwa Terdakwa I menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPj) setiap tahun dan LPj tersebut selalu diterima dan disetujui DPRD Kabupaten Pontianak.
- Bahwa tidak ada kebijakan pusat yang menyatakan Bupati salah dalam menerapkan kebijakan di daerah kabupaten Pontianak.
- Bahwa berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yaitu menjelaskan Bupati bertanggung jawab penuh kepada DPRD dan bukan bertanggung jawab kepada pemerintah pusat. Jadi Pemerintah Pusat tidak berwenang memberikan peringatan atau pengawasan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten.
- Bahwa DPRD Kabupaten Pontianak memberikan kebijakan secara makro dan kebijakan tersebut dijalankan Bupati atau eksekutif.
- Bahwa Surat Nomor 522.4/0244/I/2001 Januari 2001 dari Bupati yang ditujukan ke Kadis Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pontianak adalah dasar pertimbangan dari untuk menerbitkan Surat No.170/17/DPRD/2001 tanggal 22 Januari 2001.
- Bahwa masalah peminjaman Rp.500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah) oleh PT.Ragam Rimba Raya tidak pernah diajukan ke DPRD Kabupaten Pontianak.
- Bahwa dana PSDH/DR masih berada di rekening penampungan Bank Kalbar dan sepengetahuan Saksi sudah pernah ada penyetoran PSDH/DR ke Kas Pusat.

2. Saksi Ahli TURIMAN FATHURACHMAN, SH., M.Hum, di bawah sumpah menerangkan dalam persidangan sebagai berikut :
- Bahwa Saksi adalah Saksi Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Tanjungpura.
- Bahwa Saksi berlatar belakang pendidikan Starata 1 Tata Negara, Starata 2 Hukum & Kehidupan Kenegaraan Universitas Indonesia.
- Bahwa Saksi mempunyai keahlian dalam Hukum Tata Negara dengan spesifikasi Hukum Tata Pemerintah Daerah.
- Bahwa Saksi menyatakan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia.
- Bahwa Saksi menyatakan yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 adalah Kepala Daerah Bupati/Walikota dan DPRD.
- Bahwa Saksi menjelaskan dalam hal mengambil keputusan yang bersifat publik/masyarakat maka Bupati meminta persetujuan DPRD.
- Bahwa Saksi menjelaskan jika Bupati melaksanakan Peraturan Daerah maka Bupati bisa langsung melaksanakannya.
- Bahwa Saksi menjelaskan perbedaan UU 22 Tahun 1999 dengan UU 32 Tahun 2002 yaitu UU 32 Tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah mengatur otonomi daerah yang meliputi hak, kewajiban dan wewenang, sedangkan UU No.22 Tahun 1999 yang mengatur tentang Otonomi Daerah sebagai Hak.
- Bahwa Saksi menjelaskan UU No.22 Tahun 1999 mengatur kebijakan Bupati harus mendapatkan persetujuan DPRD karna Bupati selaku Kepala daerah dan pengelola keuangan daerah yang bertanggung jawab kepada DPRD.
- Bahwa Saksi menjelaskan aparat Pemerintahan Otonom yang bertanggung jawab kepada Bupati.
- Bahwa Saksi menjelaskan jika ada UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dengan Undang – Undang lainnya harus ada sinkronisasi horisontal, apakah Undang – Undang tersebut mengatur obyek yang sama atau tidak.
- Bahwa Saksi menyatakan PP 51 Tahun 1998 tentang PSDH/DR yaitu dalam Pasal 3 (1) PSDH wajib disetorkan ke kas negara, (2) Tata cara penyetoran diatur lebih lanjut oleh keputusan Menteri Keuangan.
- Bahwa saksi menyatakan sampai dengan Tahun 2003 Keputusan Menteri Keuangan belum terbit dan baru terbit tahun 2004 dengan SK Menkeu No.109/KMK.06/2004 yaitu Tata Cara Penyetoran PSDH/DR tanggal 12 Maret 2004.
- Bahwa Saksi menjelaskan artinya dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004 terjadi kekosongan hukum/kevakuman hukum.
- Bahwa Saksi menjelaskan PP No.6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan, yang dijabarkan melalui KepMenHut No.310/kpts II/1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang Tata Cara pemungutan hasil hutan yang diatur oleh Kepala Daerah setempat.
- Bahwa Saksi menjelaskan timbul permasalahan KepMenHut No.310/kpts-II/1999 tersebut dicabut dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.541/kpts-II/2002, yang sekaligus menghentikan pengelolaan HPH 100 hektar.
- Bahwa Saksi ahli berpendapat dengan dicabutnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.310/kpts-II/1999 tersebut, tidak berarti kewenangan Bupati ikut dicabut dan tidak mencabut kewenangan Bupati sama sekali.
- Bahwa Saksi menjelaskan Bupati sudah sesuai dengan hak dan kewenangannya sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
- Bahwa kebijakan Bupati membuka rekening penampungan dana PSDH/DR sesuai dengan asas diskresi dalam Hukum Tata Negara yaitu asas diskresi bebas, dimana dalam membuka rekening penampungan tersebut Bupati meminta pertimbangan teknis Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pontianak.
- Bahwa Saksi menjelaskan dengan ditampungnya dana PSDH/DR tersebut dalam rekening penampungan di dalam kas daerah maka Bupati sudah melaksanakan asas – asas hukum pemerintahan yang baik yaitu asas transparansi.


V. ANALISA YURIDIS

Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Penuntut Umum Yang Kami Hormati serta Hadirin Yang Terhormat,

Bahwa sebelum Kami, Penasihat HukumTerdakwa I DR.Drs. CORNELIUS KIMHA, M.Si. sampai pada pembahasan bagian V tentang analisa yuridis, maka perlu bagi kami untuk memberikan pernyataan tentang masalah pembuktian yuridis :

A. AZAS PEMBUKTIAN
Bahwa mengenai pembuktian ini penting sekali untuk diketahui, terutama bagi Saudara Jaksa Penuntut Umum, karena tugas utama Terdakwa Saudara Jaksa Penuntut Umum yang diatur dalam KUHAP adalah untuk mencari dan mendapatkan bukti-bukti yang membuktikan kebenaran yang sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya tentang:
1. Perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh Terdakwa;
2. Apakah perbuatan terdakwa itu benar dengan yang sesuai yang didakwakan atau tidak;
3. Apakah perbuatan terdakwa itu merupakan perbuatan pidana dan dapat dibuktikan sesuai dengan syarat-syarat dari hukum pembuktian atau tidak atau bukan merupakan perbuatan pidana;
4. Apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dari suatu peraturan pidana atau tidak, perbuatan itu sesuai dengan suatu peraturan atau Undang-undang atau tidak sesuai, atau perbuatan itu belum diatur oleh Undang-undang dan lain-lain ketentuan yang tentunya diperoleh dari alat-alat bukti yang ditemukan.

Mengenai pembuktian atau bewijs, setahu kami ada 4 (empat) jenis “Bewijs Theori” yaitu:
1. Negatief Wettelijk Bewijs Theoeri;
2. Positief Wettelijk Bewijs Theoeri;
3. Convention Intime;
4. Convention Raissomee.

Bahwa kami tidak perlu membahas satu persatu pengertian dari keempat teori hukum pembuktian tersebut di atas, karena kami yakin majelis Hakim tentu telah mengetahui secara jelas, namun kami menyatakan bahwa Undang-undang 8 tahun 1981 yang lebih dikenal dengan KUHAP. Dari pasal 183 UU No. 8tahun 1981 dapat diketahui bahwa dalam Hukuam Acara Pidana kita menganut system pembuktian “Negatief Wettelijk Bewijs Theori”, yaitu pembuktian yang harus didasarkan pada 2 (dua) syarat, yaitu:
1. Harus didasarkankepada alat bukti yang diakui oleh Undang-undang sebagai alat bukti yang sah adalah alat bukti yang diatur dalam pasal 184 KUHAP, yaitu :
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat (bukan fotocopy)
d. Petunjuk (aan wijzingen);
e. Keterangan Terdakwa.
2. Negatief Bewijs, Pengertian Negatief Bewijs tyang dimaksud undang-undang adalah bahwa keyakinan hakim saja tidak cukup untuk menyatakan seseorang telah bersalah, keyakinan hakim harus dibentuk dari paling kurang dua alat bukti yang saling mendukung.

Dan sebaliknya walaupun ada 10 (sepuluh) orang saksi, tetapi antara saksi-saksi tersebut keterangan mereka berbeda atau bertentangan antara yang satu dengan yang lain atau bertentangan dengan alat-alat bukti yang lain atau bertentangan dengan bukti-bukti autentik yang lain, maka keterangan saksi yang demikian harus ditolak atau dengan kata lain tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti.
Selain itu selain ketentuan pasal 185 ayat 6) KUHAP, juga telah memberikan keterangan tentang penggunaan alat-alat bukti secara langsung (“ommiddelijkheid der bewijsvoering).

Azas ini dipakai sebagai upaya untuk menelusuri “meterieel waarheid” (kebenaran materiel) sebagaimana yang dinayatakan oleh Prof. Van Bemmelen dalam bukunya berjudul Leerboek Van Het Ned.Strafprocesrecht, 6 e herziene druk”, halaman 95, yang secara garis besar mempunyai arti:
“Dalam menelusuri kebenaran meteriel , maka berlaku azas bahwa keseluruhan proses yang menhantarkan pada keputusan Hakim, harus secara langsung dihadapkan kepada Hakim dan proses secara keseluruhan diikuti oleh Terdakwa serta harus diusahakan dengan dengan alat bukti yang sempurna”.
“IN DUBIO PRO REO” diberlakukan bagi Hukum Pidana yang berintikan bahwa: apabila terdapat cukup alas an untuk meragukan kesalahan Trdakwa , maka hakim membiarkan neraca timbanagan keuntungan Terdakwa (reus= antara lain Terdakwa). Prinsip doktrin dalam Hukum Pidana tetap dominan dalam kehidupan diri terdakwa yang universal, karenanya dihindarilahnya sejauh mungkin subyektivitas salam menagannan perkara yang dihadapi siapapun, baik masalah social, politik maupun ekstra interventif lainnya, sehingga agidium bahwa “lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah”, dapat diterapkan secara total obyektif pada diri Terdakwa I DR.Drs. CORNELIUS KIMHA, M.Si.

Dmikian teori-teroi prmbuktian ini kami sampaikan, bukan mengurui Majelis Hakim, tetapi kami merasa sangat penting untu menuangkannya dalam pembelaan ini, suntutan dan sekaligus karena Saudara Jaksa Penuntut Umum sudah terlalu jauh menyimpang dari cara-cara pembuktian yang dimaksud oleh hukum pembuktian yang diatur dalam KUHAP yang kuta anut.

B. Perihal Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Selain menyoroti mengenai azas-azas pembuktian sebagai dasar pengajuan tuntutan dan sekaligus sebagai dasar yang dapat digunakan oleh kekeliruan konsep pemahaman Terdakwa/Penasihat Hukum, untuk menyatakan suatu dakwaan tuntutan tidak berdasar hukum, pada ini kami hendak menelaah serta mencoba untuk meluruskan tentang pertanggungjawabpidana delik formil yang berbentuk subsidiairitas ini.

Berbicara tentang pertanggjawaban pidana, maka tidak dapat dilepaskan dengan tindak pidana. Tindak pidanan disini berarti menunjuk kepada dilarangnya suatu perbuatan. Tindak pidanatidak berdiri sendiri, karena baru bermakna manakala terdapat pertanggungjawaban pidana , artinya setiap orang yang melakukan tindak pidanan tidak dengan sendirinya harus dipidana, karena untuk dapat dipidana harus ada peratnggungjawban pidana.

Herman Kontorowicz, yang ajarannya diperkenalkan oleh Moeljatno, berpendapat bahwa:
“Untuk adanya penjatuhan pidana terhadap pembuat (strafvorrassetzungen)diperlukan lebih dahulu pembuktian adanya perbuatan pidana (strafbare Handlung), lalu sesudah itu diikuti dengan dibuktikannya adanya ‘zchuld’ atau kesalahan subyektif pembuat. ‘schuld’ baru ada sesudah ada ‘unrecht’ atau sifat melawan hukumnya perbuatan.”

Pertanggungjawabn pidana lahir dengan diteruskannya celaan (verwitjbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatannya yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku, dan celaan diteruskannya


Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Penuntut Umum Yang Kami Hormati serta Hadirin Yang Terhormat,
Saudara Jaksa Penuntut Umum didepan persidangan pada hari, tanggal, telah membaca tuntuan sebanyak..halaman dan menuntut Terdakwa I DR.Drs. CORNELIUS KIMHA, M.Si. yang pada pokonya sebagai berikut:


Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Penuntut Umum Yang Kami Hormati serta Hadirin Yang Terhormat,

Kami tidak sependapat dengan kesimpulan Saudara Jaksa Penuntut Umum sebagaimana yang dikemukakan dalan surat tuntutan tersebut, karena kesimpulan Saudara Jaksa Penuntut Umum tersebut tidak didasarkan pada alat-alat bukti berupa fakta-fakta yang terungkap dipersidangan melalui keterangan saksi-saksi, pendapat ahli, bukti-bukti surat dan keterangan Terdakwa, namun didasarkan pada penyimpangan hukum pembuktian yang dilakukan Saudara Jaksa Penuntut Umum yang dapat dibuktikan dari Surat Tuntutan Saudara Jaksa Penuntut Umum.



dalam Surat Dakwaannya pada tanggal 31 Agustus 2006 dengan No. Register Perkara PDS –01/MEMPA/02/2006, yang mana Tudaraerdakwa I dan Terdakwa II telah dituntut tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana :

- PRIMAIR sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 55 (1) ke 1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
- SUBSIDAIR sebagaimana diatur dalam pasal 3 jo 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 55 (1) ke 1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dari ketentuan pasal-pasal tersebut di atas, Jaksa Penuntut Umum berupaya untuk mencoba membuktikan apakah perbuatan Terdakwa dapat terbukti merupakan suatu tindak pidana sebagaimana termaksud dalam dakwaan dan dari fakta-fakta dipersidangan serta bukti-bukti baik yang tertera dalam BAP maupun bukti-bukti baru yang didapat dalam persidangan sebagaimana diuraikan tersebut di atas.
Atas dakwaan Penuntut Umum yang telah dibacakan pada tanggal 31 Agustus 2006, kami menyatakan sangat keberatan atas dakwaan dan tuntutan tersebut maka kami Penasihat Hukum Terdakwa akan menguraikan satu persatu unsur-unsur dari pasal yang di dakwa dalam Dakwaan tersebut:

PRIMAIR :
Pasal 2 ayat (1) jo 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 55 (1) ke 1 jo 64 ayat (1) KUHP.

Adapun unsur-unsur pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 (1) ke 1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP adalah sebagai berikut :

1. Setiap Orang;
2. Secara Melawan hukum;
3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
5. Turut serta melakukan;
6. Secara berturut – turut atau beberapa kali yang dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan.

1.1. Unsur “Setiap Orang”

- Yang dimaksud “Setiap Orang” dalam hukum pidana adalah subyek pelaku dari suatu tindak pidana, dalam arti orang atau siapa saja sebagai pelaku perbuatan pidana dan orang tersebut adalah orang yang mampu dipertanggung-jawabkan perbuatannya secara hukum. Dan dalam perkara aquo orang yang dimaksud tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum adalah Terdakwa I dan Terdakwa II.
- Dan Kami Penasihat Hukum Terdakwa I keberatan jika yang harus mempertanggung-jawabkan perbuatan tersebut adalah:Terdakwa I DR.Drs.CORNELIUS KIMHA. M.Si, sebab : berdasarkan fakta-fakta dan bukti yang didapat dalam persidangan Terdakwa I DR.Drs.CORNELIUS KIMHA,M.Si adalah

Jadi Penasihat Hukum berpendapat bahwa dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa I sebagai orang yang harus bertanggung-jawab tersebut T I D A K T E R B U K T I.

3.3. Unsur “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”;

- Bahwa berdasarkan pendapat Hoge Raad yang tercemin dalam salah satu pertimbangan hukum salah satu putusannya (24-1-1950) yang mengatakan bahwa “si pelaku haruslah mempunyai maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang lain”. Memperoleh keuntungan sama artinya dengan memperoleh kekayaan, karena keuntungan disitu merupakan keuntungan dalam hubungannya dengan kekayaan (materiil) bukankeuntungan immateriil seperti kepuasan batin ketika mendapat penghargaan.

- Bahwa Isi pengertian perbuatan memperkaya dalam pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengandung 3 perbuatan memperkaya diri yakni memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain, dan memperkaya suatu korporasi. Memperkaya diri sendiri artinya diri si pembuat sendirilah yang memperoleh atau bertambah kekayaannya secara tidak sah. Sedangkan memperkaya orang lain adalah sebaliknya, orang yang kekayaannya bertambah atau memperoleh kekayaaannya adalah orang lain selain si pembuat. Demikian juga halnya dengan memperkaya suatu korporasi, bukan si pembuat yang memperoleh atau bertambah kekayaannya oleh perbuatannya tetapi suatu korporasi.

- Bahwa berdasarkan fakta – fakta yang terungkap di persidangan dan dari keterangan saksi – saksi maka tidak ada satu pun bukti dan saksi – saksi yang menyatakan Terdakwa I DR.Drs.CORNELIUS KIMHA, Msi melakukan perbuatan memperkaya diri yakni memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain, dan memperkaya suatu korporasi. Jadi Penasihat Hukum berpendapat bahwa dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa I sebagai orang yang harus bertanggung-jawab adalah T I D A K T E R B U K T I.


SUBSIDAIR :

- Pasal 3 jo 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 55 (1) ke 1 jo 64 ayat (1) KUHP.

Adapun unsur-unsur pasal 3 jo 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 55 (1) ke 1 jo 64 ayat (1) KUHPadalah sebagai berikut :

1. Setiap Orang
2. Yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;
4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
5. Turut serta melakukan;
6. Secara berturut – turut atau beberapa kali yang dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan.

1.1. Unsur “Setiap Orang”
- Yang dimaksud “setiap orang” dalam hukum pidana adalah subyek pelaku dari suatu tindak pidana, dalam arti orang atau siapa saja sebagai pelaku perbuatan pidana dan orang tersebut adalah orang yang mampu dipertanggung-jawabkan perbuatannya secara hukum. Dan dalam perkara aquo orang yang dimaksud tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum adalah Terdakwa I dan Terdakwa II.
- Dan Kami Penasihat Hukum Terdakwa keberatan jika yang harus mempertanggung-jawabkan perbuatan tersebut adalah:
- Terdakwa I DR.Drs.CORNELIUS KIMHA, sebab : berdasarkan fakta-fakta dan bukti yang didapat dalam persidangan Terdakwa I DR.Drs.CORNELIUS KIMHA adalah
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------

Jadi Penasihat Hukum berpendapat bahwa dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa I sebagai orang yang harus bertanggung-jawab tersebut T I D A K T E R B U K T I.

- Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Para Terdakwa adalah dakwaan yang tidak berdasar karena tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat serta fakta yang didapat dalam persidangan terlebih hampir sebagian besar saksi-saksi termasuk saksi ahli tidak mampu dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan berdasarkan Bukti T-1, Bukti T–2, Bukti T-3, termasuk bukti-bukti lainnya membuktikan bahwa Terdakwa I adalah pejabat Bupati Kepala Daerah Kabupaten Pontianak yang bekerja berdasarkan legalitas dan dasar hukum yang jelas untuk membuka rekening penampungan dana PSDH/DR. Jadi sesuai dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang di dapat di persidangan Kami Penasihat Hukum berpendapat bahwa tuduhan Sdr. Jaksa Umum terhadap Terdakwa I T I D A K T E R B U K T I.



VI. KESIMPULAN

Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Penuntut Umum Yang Kami Hormati,
Hadirin Yang Terhormat,

Berdasarkan fakta-fakta persidangan dan analisa yuridis tersebut di atas, Kami Penasihat Hukum Terdakwa menarik Kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti di persidangan, baik Terdakwa I,

2. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti di persidangan, baik Terdakwa I

3. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti di persidangan, baik Terdakwa I

4. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang didapat dalam persidangan, Terdakwa I

5. Bahwa sebagaimana bukti dan fakta yang di dapat dalam persidangan maka

6. Bahwa selama persidangan Jaksa Penuntut Umum tidak mampu menghadirkan saksi-saksi yang penting guna didengar keterangannya secara langsung dalam persidangan, terutama oleh saksi ahli, karena keterangan saksi ahli tersebut lah yang menjadi salah satu dasar yang dipergunakan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menerapkan pasal-pasal guna mendakwa Terdakwa, ketika keterangan yang menjadi hal penting ini hanya dibacakan saja dalam persidangan, maka tertutup kesempatan bagi Kami selaku Penasihat Hukum terdakwa untuk menggali kebenaran lebih banyak lagi dalam perkara ini demi kepentingan Para Terdakwa;

VII. PERMOHONAN
Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Penuntut Umum Yang Terhormat serta Hadirin Yang Kami Hormati,


Berdasarkan hal-hal yang Kami kemukakan di atas, Kami Tim Penasihat Hukum DR.Drs.CORNELIUS KIMHA,Msi, mohon agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mempawah yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenaan memutuskan sebagai berikut :

1. Menerima pembelaan dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa I, DR.Drs.CORNELIUS KIMHA,Msi;

2. Menyatakan Terdakwa I DR.Drs.CORNELIUS KIMHA,Msi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan:
- PRIMAIR : pasal 2 ayat (1) jo 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 55 (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
- SUBSIDAIR : pasal 3 jo 18 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 55 (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

3. Melepaskan Terdakwa I DR.Drs.CORNELIUS KIMHA,Msi dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging);

4. Mengembalikan dan merehabilitasi nama baik Terdakwa I DR.Drs.CORNELIUS KIMHA,Msi pada harkat dan martabat semula;

5. Membebankan biaya perkara kepada Negara;

VII. PENUTUP
Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Penuntut Umum Yang Terhormat serta Hadirin Yang Kami Hormati,

Demikianlah pembelaan ini kami sampaikan, semoga Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini sependapat dengan kami, sehingga tidak berlebihan dan cukup alasan apabila permohonan dari kami dapat diterima dan dikabulkan.

Semoga kita semua mendapatkan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa.



Pontianak, 18 Juli 2007

Hormat Kami
Tim Penasihat Hukum Terdakwa,




W. SUWITO, SH.,MH.


DWI SYAFRIYANTI, SH.


A. AMBO MANGAN, SH.
(
dikutip dari kantor pengacara SUWITO,SH PTK)

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Post a Comment

trima kasih sudah berkunjung dan memberi komentarnya, jangan lupa follow...

Followers

Copyright 2009 - ncek minah meradang .. All Rights Reserved.
FalknerPress Template by Blogger Templates. Original Design by CamelGraph Modified by Abu Farhan