.
Latest News

Catatan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi I

7 Aug 2014 , Posted by Unknown at 03:33

LATAR BELAKANG MAHKAMAH KONSTITUSI



o) George Jellinek > Mahkamah Agung Austria memiliki wewenang untuk melakukan Judicial Review

o) Hans Kelsen > Dibentuk pengadilan tersendiri di luar Mahkamah Agung > Vervassungsgerichtschoft (Konstitusi Austria 1920)

o) Dasar Pemikiran :

- Supremasi konstitusi

- Check and Balances

- Perlindungan hak warga negara

o) Kronologis terbentuknya mahkamah konstitusi

-Usulan M. Yamin sehingga hadir wewenang Balai Agung untuk melakukan perbandingan undang-undang.

- Konstitusi RIS memberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian terhadap undang-undang negara bagian

- Rekomendasi PAH II MPRS 1966-1967 bahwa MAhkamah Agung berwenang menguji undang-undang

- IKAHI,1970, Mahkamah Agung memiliki wewenang Judicial Review

- TAP MPR No. III/MPR/2000 menyatakan bahwa MPR berwenang menguji undang-undang terhadap UUDNRI 1945

- Amandemen UUDNRI 1945 > diberikan wewenang judicial review kepada MA untuk sementara sembari menunggu pembentukan MK > UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi > Pelimpahan wewenang dari MA kepada MK

o) Dasar pemikiran mahkamah konstitusi di Indonesia:

- Pentingnya Judicial Review

- Mengimbangi kekuasaan pembentuk undang-undang

- Berubahnya supremasi MPR menjadi supremasi konstitusi

- Perlindungan HAM dan hak konstitusional warga negara

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI

- Sebagai lembaga negara

- Pelaku kekuasaan kehakiman

- Sejajar dengan lembaga negara lainnya

- Merdeka (Impartial)

FUNGSI MAHKAMAH KONSTITUSI

- Pengawal konstitusi (The Guardian of The Constitution)

- Penafsir final konstitusi (The Final Interpreter of The Constitution)

- Pelindung hak asasi manusia (The Protector of Human Rights)

- Pelindung hak konstitusional warga negara (The Protector of The Citizen’s Constitutional Rights)

- Pelindung demokrasi (The Protector of Democracy)

WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI

- Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

- Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang diberikan oleh UUDNRI 1945

- Memutus perselisihan hasil pemilu

- Memutus pembubaran partai politik

- Memutus atas pendapat DPR mengenai pelanggaran hukum oleh presiden dan/atau wakil presiden

SUMBER HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI

- Sumber langsung:

1. UUDNRI 1945

2. UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

3. Peraturan MK

4. Yurisprudensi MK RI

- Sumber tidak langsung:

1. UU Hukum Acara Peradilan lainnya (Perdata, Pidana, dan Tata Usaha Negara)

2. Pendapat sarjana (doktrin)

3. Hukum acara dan yurisprudensi MK negara lain

ASAS-ASAS HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI

a. Persidangan terbuka untuk umum

Pasal 40 ayat (1) UU MK

” Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim.”

b. Independen dan imparsial

- Kemandirian hakim yang berkaitan erat dengan imparsialitas, yaitu tidak memihak baik dalam pemeriksaan maupun pengambilan keputusan.

- Merupakan cerminan dari pasal 2 UU MK dan pasal 33 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

c. Peradilan sederhana, cepat, dan murah

Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

” Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan murah”

- Pengertian sederhana, cepat, dan murah adalah beracara dengan efisiensi yang tinggi tanpa mengorbankan ketelitian dan keadilan.

- Semua biaya yang menyangkut persidangan di Mahkamah Konstitusi merupakan beban negara

d. Audi et Alteram Tarem

“Hak yang sama untuk didengar keterangannya secara berimbang”

e. Hakim aktif juga pasif dalam persidangan

- Mekanisme Constitutional Control digerakkan oleh pemohon dan dalam hal demikian maka hakim dikatakan pasif. Mahkamah konstitusi tidak diperkenankan menggelar perkara tanpa adanya permohonan.

- Hakim harus aktif untuk menggali data dan keterangan yang diperlukan, bahkan dengan menyelidiki melalui risalah pembahasan undang-undang tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan di dalam pasal 11 UU MK

f. Ius Curia Novit

Pasal 16 ayat (1) UU No 4 tahun 2003 tentang Kekuasaan Kehakiman

” Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

g. Putusan final

Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. (Pasal 10 UU MK)

h. Praduga Rechtmatig

- Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap pada saat putusan dibacakan serta tidak berlaku surut.

- Akibat putusan tersebut adalah Ex Nunc, yaitu dianggap ada sampai saat pembatalannya. (Pencerminan Pasal 58 UU MK)

i. Pembuktian bebas

Hakim konstitusi memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian pembuktian, serta sah atau tidaknya suatu alat bukti berdasarkan keyakinannya.

j. Erga omnes

- Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat mengikat para pihak dan harus ditaati oleh siapapun (bersifat publik, berlaku kepada siapa saja).

- Putusannya langsung dapat dilaksanakan dan tidak memerlukan keputusan-keputusan pejabat berwenang, kecuali peraturan perundang-undang mengatur lain.

k. Obyektivitas

Hakim atau panitera wajib mengundurkan diri apabila terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri atau mantan istri.

l. Sosialisasi

Pasal 14 UU MK

” Masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan putusan Mahkamah Konstitusi”



PROSEDUR BERPEKARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Pengajuan permohonan

- Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia

- Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya

- Permohonan dibuat rangkap 12

- Jenis perkara

- Permohonan menjelaskan secara rinci mengenai materi permohonan (sesuai dengan yurisdiki MK)

- Selain dalam bentuk formal, juga diajukan softcopy-nya yang disimpan dalam media penyimpanan elektronik (disket, compact disc, dll)

o) Isi Permohonan

- Identitas pemohon > Nama, TTL / umur, agama, pekerjaan, umur, kewarganegaraan, alamat lengkap, nomor telepon / faksimili / e-mail / telepon seluler (bila ada)

- Uraian mengenai hal yang menjadi dasar permohonan > Kewenangan MK, legal standing, alasan permohonan

- Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus

- Permohonan harus disertai dengan alat-alat bukti yang mendukung

o) Tata Cara Pengajuan Permohonan

- Pemohon > Panitera MK > Akta Penerimaan Berkas / Akta Pemberitahuan Kekuranglengkapan kepada pemohon > Registrasi / Tidak teregistrasi apabila memohon tidak melengkapi kekuranglengkapan

- Petugas kepaniteraan berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan kelengkapan, yang sekurang-sekurangnya adalah:

a.) Bukti diri pemohon sesuai kualifikasi (Pasal 51 ayat 1 UU MK):

- Fotokopi KTP sebagai bukti bahwa pemohon adalah WNI

- Bukti keberadaan masyarakat hukum adat menurut UU dalam hal pemohon adalah masyarakat hukum adat

- Akta pendirian dan pengesahan badan hukum baik publik maupun privat dalam hal pemohon adalah badan hukum

- Peraturan perundang-undangan pembentukan lembaga negara yang bersangkutan dalam hal pemohon adalah lembaga negara

b.) Bukti surat atau tulisan yang berisikan alasan permohonan

c.) Daftar calon saksi ahli dan / atau saksi disertai pernyataan singkat tentang hal-hal yang akan diterangkan terkait dengan alasan permohonan serta pernyataan bersedia menghadiri persidangan dalam hal pemohon akan mengajukan sahli dan / atau saksi.

d.) Daftar bukti-bukti lain yang dapat berupa informasi yang disimpan dalam atau dikirim melalui media elektronik, bila dipandang perlu.

2. Pendaftaran

o) Permohonan yang sudah lengkap, dicatat dalam BRPK (Buku Registrasi Perkara Konstitusi) dan diberikan nomor perkara.

o) MK akan memberikan salinan permohonan kepada :

- Presiden, DPR,dan Mahkamah Agung serta memberitahukan kepada Mahkamah Agung untuk menghentikan segala pengujian peraturan perundang-undangan di bawahnya. (Terhadap perkara pengujian undang-undang)

- Lembaga negara termohon. (Terhadap perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara)

- Parpol yang bersangkutan. (Terhadap perkara pembubaran partai politik)

- Presiden dan/atau wapres. (Terhadap pendapat DPR mengenai adanya pelanggaran hukum oleh presiden dan/atau wapres)

o) Penyampaian salinan permohonan disampaikan oleh Juru Panggil yang dibuktikan dengan berita acara penyampaian.

o) Dalam hal permohonan telah dicatat di dalam BRPK dan terdapat penarikan permohonan, maka panitera berkewajiban untuk membuatkan Akta Pembatalan Registrasi yang disampaikan kepada pemohon beserta pengembalian berkas permohonan.

3. Penjadwalan sidang

o) Ketua MK menerima berkas yang telah diregistrasi dan menetapkan panel hakim.

o) Ketua panel hakim menentukan hari sidang pertama yang disampaikan kepada pemohon dengan surat pemanggilan yang telah ditandatangani oleh Panitera dan disampaikan secara langsung oleh Juru Panggil melalui berita acara penyampaian.

o) Penetapan hari sidang juga diumumkan kepada masyarakat  dengan menempelkan pada papan pengumuman khusus dan dalam situs MK (www.mahkamahkonstitusi.go.id) serta disampaikan melalui media massa.

4. Pemeriksaan pendahuluan

o) Pemeriksaan terhadap:

- Kelengkapan dan kejelasan permohonan

- Dasar legal standing

- Saran-saran hakim untuk perbaikan posita dan petitum

- Pemeriksaan tumpang tindih kewenangan

- Pemeriksaan dapat dilanjutkan atau tidak

o) Dalam hal diharuskan adanya perbaikan, pemohon diberikan waktu 14 hari.

o) Tujuan pemeriksaan pendahuluan:

a. Adanya persiapan persidangan

b. Memudahkan pengujian dan klarifikasi

c. Penentuan jumlah saksi dan/atau saksi ahli

d. Penentuan sidang pleno lebih cepat dan mudah

e. Pemeriksaan persidangan

o) Hal yang harus dipersiapkan di dalam persidangan pendahuluan:

a. Kualifikasi pemohon, kewenangan bertindak, dan surat-surat kuasa

b. Legal standing

c. Statement of Constitutional Issue ( Permasalahan konstitusional yang diajukan)

d. Alat bukti

e. Saksi dan ahli yang pokok pernyataannya mendukung



5. Pemeriksaan persidangan

o) Terbuka untuk umum

o) Memeriksa permohonan dan alat bukti

o) Pemberian keterangan oleh saksi, ahli dan lembaga negara (lembaga negara yang diminta wajib memberikan keterangan paling lambat 7 hari)



6. Putusan

o) Diputus paling lambat dalam tenggang waktu:

- Perkara pembubaran partai politik : 60 hari kerja sejak teregistrasi

- Perselisihan hasil pemilu :

a. Pilpres – 30 hari kerja sejak teregistrasi

b. Pilkada – 14 hari kerja sejak teregistrasi

c. Pemilu DPR, DPD, dan DPRD – 30 hari kerja sejak teregistrasi

- Perkara pendapat DPR : 90 hari kerja sejak teregistrasi

o) Cara mengambil putusan

- Musyarah mufakat

- Setiap hakim menyampaikan pendapat secara tertulis

- Diambil suara terbanyak apabila tidak mencapai mufakat

o) Jenis putusan :

a. Putusan sela / provisional

b. Putusan akhir

- Menolak

- Mengabulkan

- Tidak dapat diterima ( Niet Ontvantkelijk Verklaard )

c. Putusan tanpa / dengan Dissenting Opinion

d. Putusan beryarat ( Conditionaly Constitutional )

o) Isi putusan:

- Identitas para pihak

- Ringkasan permohonan

- Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap di dalam persidangan

- Amar putusan

- Hari dan tanggal putusan, nama dan tanda tangan hakim konstitusi serta panitera

- Pendapat berbeda hakim ( Dissenting Opinion )



Sumber:

Ali Safaat.Slide Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Peradilan. Universitas Brawijaya

Kardoman Tumangger.Slide Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Universitas Padjajaran

Anonimus.Slide Hukum Acara Umum. Universitas Narotama

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Post a Comment

trima kasih sudah berkunjung dan memberi komentarnya, jangan lupa follow...

Followers

Copyright 2009 - ncek minah meradang .. All Rights Reserved.
FalknerPress Template by Blogger Templates. Original Design by CamelGraph Modified by Abu Farhan