.
Latest News

Catatan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi II

7 Aug 2014 , Posted by Unknown at 03:35


Tulisan ini merupakan tulisan lanjutan dari Catatan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi I


I. HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP KONSTITUSI

A. Pengujian Formal dan Material

o) Pengujian Formal :

—->> Hal-hal yang menjadi ukuran adalah formalitas pembentukan UU, meliputi:

- Institusi atau lembaga yang mengusulkan dan membentuk undang-undang

- Prosedur persiapan sampai dengan pengesahan undang-undang

- Pengambilan keputusan

—->> Dalam hal terdapat kecacatan prosedural dalam pembentukan UU, namun demi asas kemanfaatan umum,, UU yang dimohonkan tersebut tetap berlaku.

o) Pengujian Material :

—->> Jimly Asshiddiqie,” Pengujian material berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan yang dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku umum. “

B. Legal Standing

—->> Legal Standing adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi.

—->> Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-undang dengan tambahan syarat, yaitu:

- Perorangan WNI

- Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam UU

- Badan hukum publik atau privat

- Lembaga negara

C. Keterangan Tambahan

—->> Pasal 14 ayat (4) huruf B PMK Nomor 06/PMK/2005 tentang pedoman beracara dalam perkara pengujian UU :

” Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud.”

D. Proses Persidangan

o) Pemeriksaan Pendahuluan

—->> Sidang terbuka

—->> Terdiri dari panel hakim yang sekurang-kurangnya terdiri 3 hakim konstitusi

—->> Hakim memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan yang meliputi kewenangan MK, Legal Standing, dan pokok permohonan.

o) Pemeriksaan Persidangan

—->> Pemeriksaan persidangan mencakup :

- Pemeriksaan pokok permohonan

- Pemeriksaan alat-alat bukti tertulis

- Mendengarkan keterangan presiden/pemerinta

- Mendengarkan keterangan DPR dan/atau DPD

- Mendengarkan keterangan saksi

- Mendengarkan keterangan ahli

- Mendengarkan keterangan pihak terkait

- Pemeriksaan rangkaian data, keterangan perbuatan, keadaan dan/atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk

- Pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

o) Rapat Permusyawaratan Hakim

—->> RPH mendengar, membahas, dan/atau mengambil keputusan mengenai

- Laporan panel tentang pemeriksaan pendahuluan

- Laporan panel tentang pemeriksaan persidangan

- Rekomendasi panel tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan permohonan

- Pendapat hukum (Legal Opinion) para hakim konstitusi

- Hasil pemeriksaan persidangan pleno dan pendapat hukum para hakim konstitusi

- Hakim Konstitusi yang menyusun rancangan putusan

- Rancangan putusan akhir

- Penunjukkan hakim konstitusi yang bertugas sebagai pembaca terakhir rancangan putusan

- Pembagian tugas pembacaan putusan dalam sidang pleno

E. Pembuktian

—->> Dalam pasal 36 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diatur tentang alat bukti, alat bukti adalah :

- Surat atau tulisan

- Keterangan saksi

- Keterangan ahli

- Keterangan para pihak

- Petunjuk

- Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

F. Putusan

o) Jenis Putusan

—->> Pasal 31 PMK Nomor 06/PMK/2005 hanya mengenal putusan akhir, namun dalam prakteknya juga terdapat putusan sela dan putusan akhir

o) Isi Putusan

—->. Dalam Pasal 48 UU Nomor 24 Tahun 2003 diatur mengenai substansi putusan, yaitu::

- MK memberi putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

- Setiap putusan MK harus memuat:

* Kepala putusan berbunyi,” Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

* Identitas pihak

* Ringkasan permohonan

* Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan

* Pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan

* Amar putusan

* Hari dan tanggal putusan, nama hakim konstitusi, dan panitera

o) Amar Putusan

—->> Pasal 56 UU Nomor 24 Tahun 2003 mengatur tiga jenis amar putusan, yaitu permohonan tidak dapat diterima, permohonan dikabulkan, dan permohonan ditolak

II. Hukum Acara Memutus Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara

A. Pengertian Lembaga Negara

—->> Organ negara atau alat-alat perlengkapan negara yang biasanya diatur atau menjadi materi muatan dalam konstitusi atau UUD suatu negara.

B. Hukum Acara

—-> Dalam praktek, sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara dapat terjadi karena beberapa hal:

- Adanya tumpang tindih kewenangan konstitusional lembaga negara dengan lembaga negara lainnya yang diatur dalam konstitusi dan UUD

- Adanya kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diperoleh dari konstitusi atau UUD yang diabaikan oleh lembaga negara lainnya.

- Adanya kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diperoleh dari konstitusi atau UUD yang dijalankan oleh lembaga negara lainnya.

C. Pihak-pihak yang Bersengketa

o) Pemohon :

DPR, DPD, MPR, Presiden, BPK, dan Pemda

o) Termohon :

DPR, DPD, MPR, Presiden, BPK, Pemda, dan lembaga negara lain yang kewenagannya diberikan oleh UUD 1945

D. Pemeriksaan Perkara

o) Pemeriksaan Pendahuluan

—->> Dalam pemeriksaan pendahuluan, majelis hakim memiliki kewajiban untuk:

- Memeriksa kelengkapan permohonan

- Meminta penjelasan pemohon tentang materi permohonan yang mencakup kewenangan mahkamah, kedudukan hukum pemohon, dan pokok permohonan.

- Memberi nasehat kepada pemohon

- Mendengar keterangan termohon

- Memeriksa kelengkapan alat-alat bukti yang telah dan diajukan oleh pemohon

o) Pemeriksaan Persidangan

o) Pembuktian

o) Penarikan Kembali Permohonan

III. Hukum Acara Pembubaran Partai Politik

A. Pemohon dan Permohonan

—->> Pemohon adalah pemerintah pusat

—->> Permohonan sekurang-kurangnya memuat:

- Identitas lengkap pemohon dan kuasanya jika ada yang dilengkapi dengan surat kuasa khusus untuk itu

- Uraian yang jelas tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang dimohonkan pembubaran yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945

- Alat-alat bukti yang mendukung permohonan

B. Alasan-alasan Pembubaran Partai Politik

—->> Alasan pengajuan permohonan meliput hal-hal yang bertentangan dengan UUD 1945, yaitu :

- Ideologi

- Asas

- Tujuan

- Program

- Kegiatan

- Akibat dari kegiatannya

- Menganut, mengembangkan, serta menyebarluaskan ajaran komunisme / marxisme-leninisme

- Pengurus partai politik menggunakan partai politiknya untuk melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

C. Proses Persidangan dan Pembuktian

o) Pemeriksaan : Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Persidangan

o) Pembuktian : Pembuktian terhadap dokumen dan Pembuktian terhadap fakta

D. Putusan dan Akibat Hukum Putusan

—->> Dalam hal permohonan dikabulkan, amar putusan berbunyi

- Mengabulkan permohonan pemohon

- menyatakan membubarkan dan membatalkan status badan hukum partai politik yang dimohonkan pembubaran

- Memerintah kepada pemerintah untuk :

* Menghapuskan partai politik yang dibubarkan dari daftar pada pemerintah paling lambat 7 hari kerja sejak putusan MK diterima

* Mengumumkan putusan MK dalam Berita Negara Republik Indonesia paling lambat 14 hari sejak putusan diterima

—->> Akibat hukum putusan pembubaran partai politik, yaitu:

- Pelarangan hak hidup partai politik dan penggunaan simbol-simbol partai politik tersebut di seluruh Indonesia

- Pemberhentian seluruh anggota DPR dan DPRD yang berasal dari parpol bersangkutan

- Pelarangan terhadap mantan pengurus partai politik yang dibubarkan untuk melakukan kegiatan politik

- Pengambilalihan oleh negara atas kekayaan partai politik yang dibubarkan

IV. Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilu

A. Perselisihan Hasil Pemilu

—->> Dalam perspektif Huefner penyebab timbulnya permasalahan hasil pemilu dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu

- Fraud  = Kecurangan hasil suara disebabkan dari para kandidat yang curang

- Mistake = Kekhilafan yang dilakukan oleh petugas pemilu

- Non Fraudulent Misconduct = Tindakan yang dapat menimbulkan turunnya kepercayaan publik kepada hasil pemilu

- Extrinsic Events or Acts of God = Terdapatnya peristiwa alamiah diluar kemampuan manusiawi petugas administrasi pemilu

B. Perselisihan Hasil Pemilu di Indonesia

—->> Permasalahan di Indonesia pada dasarnya meliputi :

- Tindak pidana pemilu

- Pelanggaran administrasi pemilu

- Sengketa yang timbul dalam penyelanggaraan pemilu

- Perselisihan hasil pemilu

C. Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilu

o) Isi Permohonan

—->> Hal-hal yang harus dicantumkan :

- Identitas pemohon dan termohon yang dituju

- Posita / Pundamentum petendi

- Petitum

o) Para Pihak

—->> Pemohon, termohon, dan pihak terkait Perselisihan Hasil Pemilu DPR dan DPRD

—->> Pemohon, termohon, dan pihak terkait Perselisihan Hasil Pemilu DPD

—->> Pemohon, termohon, dan pihak terkait Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

—->> Pemohon, termohon, dan pihak terkait Perselisihan Hasil Pemilu Hasil Pemilukada

o) Obyek Permohonan

—->> Pemilu DPR dan DPRD serta Pemilu DPD

Pasal 5 PMK 16/2009 menyebutkan bahwa obyek permohonan adalah penetapan perolehan suara hasil pemilu yang telah diumumkan secara nasional oleh KPU yang memengaruhi

- Terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5%

- Perolehan kursi parpol peserta pemilu di suatu daerah pemilihan

- Perolehan kursi parpol dan parpol lokal perserta pemilu di Aceh

- Terpilihnya calon anggota DPD

—->> Pemilu Pilpres

Pasal 4 PMK 17/2009, memengaruhi :

- Penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pilpres

- Terpilihnya pasangan calon sebagai presiden dan wakil presiden.

—->> Pemilukada

Pasal 4 PMK 15/2008, memengaruhi :

- Penentuan pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua pemilukada

- Terpilihnya pasangan calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah



X. HUKUM ACARA MEMUTUS PENDAPAT DPR DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA

A. Alasan Permohonan

—->> Pasal 7A UUD 1945

- Pelanggaran Hukum :

* Pengkhianatan terhadap negara

* Korupsi

* Penyuapan

* Tindak pidana berat lainnya

* Perbuatan tercela

- Tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden.

B. Permohonan

—->> Di dalam urain mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas mengenai dugaan :

- Presiden dan/atau wapres telah melakukan pelanggaran hukum seperti yang telah diuraikan di atas.

- Presiden dan/atau wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wapres berdasarkan UUD 1945

—->> Dengan demikian, permohonan DPR harus dilampiri alat bukti yang meliputi :

- Risalah dan/atau berita acara proses pengambilan keputusan DPR

- Dokumen hasil pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPR yang berkaitan langsung dengan materi permohonan

- Risalah dan/atau berita acara rapat DPR

- Alat-alat bukti mengenai dugaan pelanggaran hukum presiden dan/atau wapres.

C. Proses Persidangan

—->> Melalui 6 tahap, yaitu :

Tahap I : SIdang Pemeriksaan Pendahuluan

Tahap II : Tanggapapn oleh presiden dan/atau wapres

Tahap III : Pembuktian oleh DPR

Tahap IV  Pembuktian oleh presiden dan/atau wapres

Tahap V : Kesimpulan DPR maupun presiden dan/atau wapres

Tahap VI :Pengucapan putusan

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Post a Comment

trima kasih sudah berkunjung dan memberi komentarnya, jangan lupa follow...

Followers

Copyright 2009 - ncek minah meradang .. All Rights Reserved.
FalknerPress Template by Blogger Templates. Original Design by CamelGraph Modified by Abu Farhan